Pertempuran Stalingrad, Pertempuran Terbesar Sepanjang Sejarah
Sejak awal peperangan dimulai di Front Timur pada pertengahan
tahun 1941, Uni Soviet hampir tidak pernah mengalami kemenangan sedikitpun
kecuali keberhasilannya dalam menggagalkan serbuan tentara Wehrmacht Jerman ke
kota Moskow pada akhir tahun 1941. Situasi yang dihadapi militer Uni Soviet
pada waktu itu benar-benar genting, jika terus menerus seperti itu, maka tidak
mustahil jika Jerman akan dapat menguasai seluruh Uni Soviet bagian barat atau
justru menguasai Uni Soviet secara keseluruhan. Uni Soviet memutuskan untuk
menghentikan kemajuan pasukan Jerman, namun hingga sejauh itu belum ada suatu
titik yang menentukan yang dapat menangkis serbuan pasukan agresor. Semua
berubah ketika Jerman memutuskan menyerang Stalingrad, sebuah kota kecil di
pingiran sungai Volga. Kota Stalingrad bukanlah kota strategis yang mempunyai
nilai ekonomis tinggi, kota tersebut juga tidak mempunyai target historis
maupun ideologis. Hitler tertarik untuk merebut kota itu semata-mata karena
kota tersebut mempunyai nama Stalin (Stalingrad = Kota Stalin). Di mata Hitler,
merebut kota Stalingrad dapat menjadi obat luka bagi kegagalannya setahun
sebelumnya dalam merebut kota Moskow.
Pasukan Jerman (Wehrmacht) Dalam Upaya Merebut Kota Stalingrad
Grup Tentara Selatan (Army Group South), sebenarnya bertujuan
untuk merebut Ukraina yang kaya akan hasil alam dan terus menuju kaukasus untuk
merebut ladang-ladang minyak yang ada di sana. Namun semenjak Hitler
menginginkan merebut Kota Stalingrad, pasukan itu dibagi menjadi dua. Satu
tetap menuju ke selatan, menuju ke Kaukasus sedangkan pasukan kedua atau
disebut sebagai Tentara ke 6 (6th Army) dipimpun oleh Jendral Paulus bergerak
menuju Stalingrad.
Jendral Paulus adalah Jendral Jerman yang brilian dalam membuat
dan membangun strategi pasukan secara besar, namun satu kelemahan Jendral itu
yang akan berakibat fatal kemudian, Jendral Paulus adalah seorang Jendral Staf
yang belum pernah memimpin pasukan bahkan setingkat resimen sekalipun. Dia
terbiasa berada di balik meja untuk membangun strategi perang di markas besar
Wehrmacht di Berlin. Promosinya untuk memimpin Tentara ke 6 adalah sebuah
promosi besar. Tentara ke 6 bukan saja merupakan ujung tombak serangan Grup
Tentara Selatan namun juga merupakan sekumpulan tentara veteran yang telah
bertempur semenjak pendudukan Perancis. Tentara ke 6 juga dibekali peralatan
terbaik untuk pasukan Jerman pada waktu itu. Singkat kata, Tentara ke 6
pimpinan Jendral Paulus adalah pasukan istimewa.
Sementara itu, pasukan Uni Soviet, Tentara Merah telah berhasil
menghimpun kembali kekuatannya di belakang sungai volga. Tentara ini merupakan
perpaduan dari Tentara Merah yang selamat dari pengepungan besar selama tahun
1941 dan rekrutmen baru yang masih segar. Beberapa tentara yang berasal dari
Siberia juga dipindahkan setelah Uni Soviet mengetahui secara pasti bahwa
Jepang tidak mempunyai minat untuk menyerang Uni Soviet dari arah timur.
Beberapa peralatan tempur Uni Soviet yang dapat menandingi Jerman sudah rampung
pengerjaannya, diantaranya terdapat Tank T-34 dan Peluncur Roket Katyusha. T-34
ini bahkan menjadi salah satu tank terbaik sepanjang Perang Dunia ke 2 karena
kemampuan manuver dan mudahnya produksi tank ini sehingga hingga akhir perang,
tank ini mencapai jumlah produksi lebih dari 33 ribu unit.
Serangan Jerman dimulai pada tanggal 23 Agustus 1942, sebuah
tanggal yang sedikit ganjil untuk memulai sebuah kampanye serangan besar.
Mengingat musim dingin yang segera datang. Meskipun begitu, karena baiknya
persiapan dan pengalaman dari Tentara ke 6 yang telah panjang serangan ini
nampak akan memperoleh sukses besar pada awalnya. Beberapa divisi Rumania,
Italia, Hungaria, dan bahkan Spanyol turut serta dalam kampanye itu. Tugas
mereka adalah mengamankan sayap serangan dan daerah yang telah dikuasai untuk
membersihkannya dari partisan. Kekuatan mereka berkisar 300 ribu orang dengan
3000 artileri, 500 tank dan lebih dari 600 pesawat. Sementara itu kekuatan awal
pasukan Uni Soviet berkisar 200 ribu orang dengan 2000 artileri, 400 tank dan
300 pesawat pada awal invasi. Namun kekuatan itu membengkak menjadi lebih dari
1,1 juta pasukan pada akhir pertempuran.
Awal operasi ini begitu meyakinkan, Hitler secara pribadi bahkan
pernah mengumumkan kemenangan secara mutlak di Stalingrad dalam sebuah rapat
besar partai NAZI. Namun yang terjadi di lapangan sungguh berbeda. Musim dingin
yang mulai datang benar-benar menyiksa pasukan Jerman yang kurang peralatannya
untuk menghadapi musim dingin Rusia yang begitu luar biasa. Sementara itu
pasokan suplay makanan dan perlengkapan lain tetap menjadi kendala karena
serangan partisan dan buruknya infrastruktur di Uni Soviet.
Strategi Uni Soviet untuk menghadang serangan Jerman adalah
memerangkap Tentara ke 6 di dalam kota Stalingrad, sehingga ia seakan
membiarkan tentara Jerman itu menyapu dataran sekitar kota Stalingrad dengan
kecepatan kilat. Tentara ke 6 memang mempunyai peralatan yang lebih dari cukup
disamping pengalaman mereka yang telah panjang dalam pertempuran. Namun sejauh
itu, tentara ke 6 belum pernah melakoni peperangan dalam kota sehingga
pengalaman mereka dapat dikatakan tak berguna.
Sniper Rusia dalam Pertempuran Stalingrad
Kecepatan Tentara ke 6 dalam menyapu wilayah sekitar Stalingrad
tiba-tiba menyusut begitu mereka berada di dalam kota Stalingrad. Kota yang
telah menjadi reruntuhan terutama oleh pemboman hebat yang dilakukan oleh
tentara Jerman sendiri justru menjadi salah satu unsur penghambat laju tentara
Jerman. Sementara itu Uni Soviet menyebar ratusan penembak jitu di setiap sudut
kota yang telah remuk itu. Membuat teror Stalingrad semakin menjadi-jadi. Salah
satu penembak jitu itu, Vasili Zaitsev bahkan menjadi legenda dan pernah di
ceritakan kembali dalam sebuah film berjudul 'Enemy at the Gates'. Puncak
kelajuan tentara Jerman adalah jusrtu ketika mereka telah menguasai lebih dari
90% wilayah kota. Invasi itu kini benar-benar berhenti dan seluruh cadangan
Tentara Merah yang berada di belakang sungai Volga kini perlahan-lahan mulai
merangsek melalui sayap pertahanan yang dijaga pasukan satelit Jerman (Rumania,
Italia dan Spanyol). Pasukan itu secara kualitas berada jauh dari pasukan
Jerman sehingga dengan mudah dihancurkan oleh Tentara Merah yang berkekuatan
lebih dari satu juta orang di wilayah itu.
Paulus tahu bahwa situasi ini akan semakin buruk jika ia tidak
segera bertindak. Langkah pertama yang ia lakukan adalah meminta ijin Hitler
untuk mengundurkan diri sebelum pengepungan oleh Tentara Merah selesai. Namun
ijin itu ditolak, Hitler justru menjanjikan pasukan bantuan, Grup Tentara A
yang sementara itu sedang dalam perjalanan ke Kaukasus untuk membantu Tentara
ke 6. Paulus insaf dengan permintaan Hitler itu, walaupun sebagian besar
pemikir militer Jerman pada waktu itu mengatakan lain. Satu-satunya jalan yang
seharusnya dilakukan Jerman pada waktu itu adalah menarik seluruh Tentara Grup
Selatan sebelum terlambat.
Ketika pengepungan tentara merah telah selesai pada akhir
januari 1943, Jerman sebenarnya masih mempunyai peluang dengan mendobrak
wilayah terlemah dari pengepungan tentara merah. Namun sekali lagi Hitler
menolak permintaan itu. Untuk yang satu ini, beberapa pengamat militer
membenarkan karena jika dobrakan dilakukan, yang terjadi justru akan
terkepungnya sisa dari seluruh Tentara Grup Selatan yang masih berada di
Kaukasus. Hitler tidak punya pilihan lain selain mengorbankan Tentara ke 6 yang
telah terkepung di dalam Kota Stalingrad daripada membiarkan seluruh Grup
Tentara Selatan hancur berantakan. Momen untuk menyelamatkan seluruh tentara
Grup Selatan telah lewat.
Hitler mengangkat Paulus menjadi Marsekal Darat pada 30
Januari 1943. Pengangkatan Paulus menjadi Marsekal Darat itu memberikan sinyal,
selama ini tidak ada Marsekal Darat di dunia yang menyerah kepada lawannya,
karena memang selama ini Marsekal Darat hanya memimpin di belakang layar. Itu
berarti bahwa Hitler secara tidak langsung meminta Paulus untuk bunuh diri demi
kehormatan tentara Jerman dan dengan begitu, maka moral tentara Jerman tidak
runtuh. Namun Paulus menyatakan lain, ia lebih memilih untuk menyerah besarta
lebih dari 50 ribu pasukan Jerman yang masih bertahan di dalam Stalingrad.
Nasib pasukan yang menyerah itu buruk sekali, hanya 5000 orang yang dipulangkan
dengan selamat di tahun 1956. Sementara Jendral Paulus sendiri memilih untuk
berkolaborasi dengan Tentara Merah, semata-mata sebagai rasa protesnya terhadap
keputusan Hitler terhadap dirinya sendiri dan tentaranya.
SUMBER : http://aninditasaktiaji.blogspot.com
0 komentar 30:
Posting Komentar